Laman

Minggu, 10 November 2013

Belajar Toleransi di Bangka Barat


Di saat "toleransi beragama" hanya menjadi sebuah klise dan penghias pada buku-buku pendidikan moral di sekolah dasar, atau bahkan menjadi "jualan" retorika para politikus, Kabupaten Bangka Barat menerjemahkannya dengan tepat dalam kehidupan nyata.


Toleransi beragama di Bangka Barat terwujud pada salah satu sudut kota Muntok, tepatnya di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok.

Di sana berdiri berdampingan sebuah kelenteng dan masjid. Warna merah menyala khas budaya Tionghoa terasa kontras dengan hijaunya masjid.

Uniknya, kekontrasan tersebut terasa padu, alih-alih paradoksal. Merah dan hijau, sungguh sebuah keselarasan di tengah-tengah hiruk pikuknya kota pelabuhan tersebut.

Kedua bangunan tersebut adalah Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami. 

Seorang penjaga kelenteng, So Chin Siong, mengatakan Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami telah berdiri berdampingan lebih dari 130 tahun.

"Dan selama itulah kami saling mendukung, namun tidak mencampuri urusan keagamaan masing-masing," kata So Chin Siong.

Dikatakan So Chin Siong, jika Masjid Jami sedang melaksanakan ibadah, maka Kelenteng akan rehat dari kegiatannya dan memberikan kesempatan bagi jemaah masjid untuk melakukan ibaadah.

"Biasanya yang sering bentrok adalah kegiatan latihan Barongsai dan shalat Jumat. Jadi setiap jadwal shalat, kami rehat dulu," katanya.

Kong Fuk Miau
Sejarah pembangunan Kelenteng Kong Fuk Miau tak lepas dari migrasi para pekerja migran tambang timah asal China yang menganut Konfusianisme.

Para pekerja tambang bermigrasi dari China ke Pulau Bangka pada tahun 1800an pada saat timah sedang melimpah, dan seiring dengan itu, mereka mulai membangun tempat peribadatan.

Konon, Kelenteng Kong Fuk Miau dibangun oleh orang China dari suku Kuantang dan Fu Kien yang telah lama menetap di Muntok sejak 1820, hal itu membuat Kong Fuk Miau menjadi kelenteng pertama di Muntok.

Kelenteng yang dibangun saat Dinasti Ching itu dinamai berdasarkan nama asal daerah para pendiri kelenteng yakni China Daratan. Kong Fuk berasal dari kata Kwang Tung dan dan Fuk Kian yakni sebuah nama wilayah di China. 

Kedua kata disingkat menjadi Kong Fuk. Sementara Miau artinya Rumah Dewa.

Kompleks Kelenteng terdiri dari tiga buah bangunan dengan bangunan utama berada di tengah. Bangunan utama memiliki atap berbentuk pelana, sedangkan komponen lain adalah gapura utama, pagar keliling, halaman, pagoda dan arca Singa. 

Masjid Jami
Masjid Jami' Muntok didirikan pada tahun 1879 oleh Tumenggung Kartanegara II sebagai wakil Kesultanan Palembang, dibantu tokoh dan masyarakat setempat termasuk para tokoh masyarakat Tionghoa kaya yang sudah masuk Islam dan Mayor Chung A Thiam. 

Sejarah kerukunan antarumat beragama di Bangka Barat sudah dimulai sejak pembangunan Masjid Jami.

Mayor Chung A Thiam yang bertugas mengurus warga China perantauan di Muntok, meski dia eorang penganut Konfusianisme, ternyata dia merupakan penyokong utama pendirian Masjid Jami.

Empat tiang utama pada bangunan masjid adalah sumbangan Sang Mayor. Tiang itu terbuat dari kayu bulin. 

Dalam masa Revolusi Kemerdekaan, Sang Putra Fajar, Bung Karno, Para pejuangan kemerdekaan seperti Bung Karno sering mampir ke masjid tersebut dan berbaur dengan masyarakat Muntok. 

Masjid yang berdiri di atas lahan seluas 7.500 meter persegi tersebut memiliki atap dua susun yang menyerupai atap tumpang seperti pada masjid-masjid kuno di Jawa.

keselarasan
Meski memiliki pandangan masing-masing dalam menyikapi kehidupan, para pemeluk agama di kedua tempat peribadatan tersebut senantiasa rukun.

Kelenteng dan masjid yang mampu menjalankan aktivitasnya berdampingan selama 133 tahun membuktikan toleransi beragama yang luar biasa di Bangka Belitung.

"Kami tidak perlu membuktikan apa-apa, kehidupan bersama yang harmonis secara natural selama 133 tahun adalah bukti sejarah betapa toleransi beragama bukan sekedar basa-basi," kata So Chin Siong.

So Chin Siong mengatakan, sejak awal pendirian kedua bangunan, kedua etnis dan penganut kepercayaan yang berbeda tersebut tidak pernah terlibat dalam perselisihan.

"Semua berjalan dengan harmonis, tidak pernah terjadi keributan di sini," kata So Chin Siong.

Penulis yang menginspirasi Revolusi Perancis, pseudonim Voltaire mengatakan toleransi adalah konsekuensi dari kemanusiaan. Voltaire mengajak orang memaklumi bahwa manusia terbentuk dari kelemahan dan kesalahan, oleh sebab itu , manusia harus saling memaafkan kesalahan satu sama lain.

Tapi rupanya, di Muntok, kota pelabuhan yang dahulunya merupakan kota tersibuk kedua setelah Singapura tersebut, toleransi bukanlah konsekuensi dari kemanusiaan tapi terwujud atas sebuah kesadaran.

Kesadaran tersebut adalah kesadaran akan kebutuhan saling menghargai antar etnis dan antar pemeluk agama sehingga membuat kota tersebut bisa tetap eksis hingga usianya yang ke 278 tahun.

Di Bangka Barat, ternyata orang tidak hanya belajar mengenai perjuangan saat Bung Karno diasingkan di Bukit Menumbing, atau kayanya rempah Bangka dari tersohornya "Muntok White Pepper", tapi juga kerukunan antarumat beragama.

Masjid Jami' dan Kelenteng Kong Fuk Miau sekarang menjadi peninggalan sejarah yang juga menjadi simbol kerukunan umat serta suku di Bangka.

Kedua bangunan tersebut telah menjadi cagar budaya yang dilindungi Undang-undang dan berada di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi.
sumber: antaranews.com

Selasa, 15 Oktober 2013

Masjid Jamik Muntok

Di saat lebaran haji kemarin, tepatnya 1434H atau hari Selasa, 15 Oktober 2013 kami menikmatinya di kota kecil paling ujung sebelah barat-utara dari pulau Bangka, yaitu kota Muntok. Alhamdulillah mas Aji begitu senang diajak sholat idul adha di masjid jami' kota muntok yang memiliki nilai sejarah ini.

Keberadaan Masjid Jami’ Mentok tidak terlepas dari sejarah berdirinya kota Mentok dimana pada awal abad ke-18 pulau Bangka masih menjadi wilayah Kesultanan Palembang Darussalam.

Image

Sejarah Mentok dimulai pada kisaran tahun 1724–1725. Pada saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin I memberikan instruksi kepada istrinya (Mas Ayu Ratu) dan beberapa petinggi kerajaan untuk meninjau secara langsung wilayah yang akan digunakan sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan dari negeri Siantan. Kemudian Sultan memerintahkan Wan Akub untuk mendirikan tempat tinggal keluarga kerajaan dari negeri Siantan di ujung pulau Bangka yang berdekatan dengan muara Sungai Musi.


Pada perkembangan berikutnya, setelah terbentuk komunitas kecil di daerah itu, maka disebutlah daerah itu dengan nama “Muntok” , sedangkan Tanjung yang pertama kali dilihat dan ditunjuk oleh Mas Ayu Ratu diberi nama Tanjung Kelihatan yang selanjutnya lazim disebutl “Tanjung Kelian”. Kemudian diangkatlah Wan Akub sebagai Kepala Pemerintahan di daerah yang baru dibuka itu. Atas perintah Sultan, maka untuk tahap pertama dibangun 7 (tujuh) Bubung Rumah di daerah tersebut (Muntok). Setelah pembangunannya selesai, Wan Akub diangkat menjadi Kepala Urusan Penambangan Timah yang berkedudukan di Muntok dengan gelar Datuk Rangga Setia Agama.

Sultan Mahmud Badaruddin I wafat pada tahun 1756. Pengganti beliau adalah Sultan Ahmad Najamuddin. Pada saat yang hampir bersamaan, Muntok dalam suasana berkabung pula. Menteri Rangga dan Wan Muhammad wafat. Maka, Sultan Ahmad Najamuddin mengangkat petugas kerajaan setingkat tumenggung untuk menjadi Kepala Pemerintahan di Muntok sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan Bangka. Diangkatlah Abang Pahang, salah satu keturunan Wan Abdul Hayat, menjadi Kepala Pemerintahan Bangka. Beliau diberi gelar Tumenggung Dita Menggala.

Kehadiran kolonialis Belanda di Muntok ditandai dengan pembangunan dermaga berbentuk jembatan panjang yang menjorok ke laut pada tahun 1860. Jembatan ini diberi nama Ujung Brug. Infrastruktur milik Belanda ini memudahkan arus perdagangan dan penumpang di Muntok dan sekitarnya pada masa itu.

Kemudian dibangun mercusuar pada tahun 1862 di Tanjung Kelian untuk kepentingan sistem navigasi pelayaran yang memasuki perairan Selat Bangka. Mereka menegaskan keberadaannya dengan mendirikan beberapa gedung penting di Muntok dan menjadikan Muntok sebagai pusat kota di Bangka. Diantaranya adalah Gedung BTW (Banka Tin Winning) eks Kantor Penambangan Timah Bangka yang dibangun pada tahun 1915, Rumah Residen Bangka yang dibangun pada kisaran tahun 1850-an.


Berkembangnya Muntok sebagai pusat kota di Bangka, disertai pula pembangunan masjid besar tempat peribadatan umat Islam disana. Atas prakarsa para ulama dan tokoh masyarakat pada waktu itu, dibangunlah sebuah masjid jami’ pada tahun 1883 (19 Muharam 1300 H).

Masjid tertua di Bangka ini dibangun pada masa pemerintahan H. Abang Muhammad Ali bergelar Tumenggung Karta Negara II, yang dibantu oleh tokoh masyarakat Muntok, H. Nuh dan H. Yakub.

Masjid Jami’ Muntok memiliki ukuran 21 meter x 23 meter. Tinggi masjid 6 meter, diukur dari lantai masjid yang posisinya lebih tinggi dari permukaan tanah 160 sentimeter.
Masjid Jami’ Muntok memiliki lima pintu yang mengartikan lima rukun Islam. Ketiga pintu utama masjid setinggi 2,7 meter memiliki lubang angin berbentuk kaligrafi ayat-ayat al-Qur’an, Surat al-A’la mulai ayat 14 sampai ayat 19.



Sisi kanan masjid memiliki sebuah pintu yang dinamakan Pintu Beduk. Disinilah bedug besar masjid berada. Diatas Pintu Beduk terukir kaligrafi surat Al-Baqarah ayat 148. Sisi kiri masjid memiliki sebuah pintu dengan ukiran kaligrafi berbeda. Terpahat Surat at-Thalaq ayat 2 pada bagian atas pintu. Kaligrafi pintu ini baru ada pada saat renovasi masjid beberapa tahun kemudian setelah diserang tentara Jepang.

Kaligrafi mihrab masjid bertuliskan Surat Ali-Imran ayat 37. Kaligrafi mihrab menjadi satu-satunya kaligrafi yang tersisa setelah peristiwa penyerbuan tentara Jepang di Muntok. Beberapa pasukan Jepang menjarah beberapa kelengkapan masjid. Selain mihrab, mimbar masjid tua tersimpan dengan baik. Mimbar tua memiliki ornamen ukiran dedaunan. Bentuk mimbar lebih ramping dari mimbar yang digunakan sekarang.

Enam buah pilar di depan masjid merupakan perpaduan gaya Doria dan Lonia, bentuk pilar yang dapat ditemui pada gedung-gedung buatan arsitek Belanda. Enam pilar didesain rendah sehingga nampak anggun dan menimbulkan kesan ramah bagi peziarah masjid. Jumlah pilar masjid bermakna rukun Iman.

Lantai masjid terbuat dari marmer dengan ukuran besar, satu meter persegi. Lantai marmer yang sejuk membuat suasana menjadi sangat nyaman. Para jama’ah atau peziarah menjadikan masjid ini sebagai tempat peristirahatan sejenak.

Ruang utama masjid berukuran 17 meter x 17 meter. Memiliki empat tiang utama yang menjadi soko guru, simbol empat madzhab Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Pada salahsatu sudut ruang utama masjid, terdapat tangga sederhana menuju lantai dua.


Atap masjid ditopang oleh empat tiang yang terbuat dari kayu hitam. Sumbangan dari salah satu Mayor berkebangsaan Cina. Melalui satu undakan atap, adalah ruang anjungan yang menjadi puncak masjid. Luas anjungan 4,3 meter x 4,3 meter. Pada setiap sisinya memiliki empat tingkap utama. Pada setiap tingkap utama terdapat tingkap – tingkap kecil berjumlah tujuh belas yang melambangkan jumlah sholat wajib sehari semalam. Melalui tingkap – tingkap kecil ini panorama kota Muntok terlihat dengan jelas.

Letak Masjid Jami’ Muntok berdekatan sebuah kelenteng yang lebih tua 83 tahun dari usia masjid. Hal ini menjadi sebuah pelajaran penting dan sangat berharga terhadap perjalanan panjang masyarakat Muntok di masa lalu yang terbuka dan menerima perbedaan. Bagi kita, inilah makna dari sebuah toleransi yang diajarkan para pendahulu.
sumber: mentokbangka.wordpress.com
sumber foto: koleksi pribadi & google

Selamat Hari Raya Idul Adha 1434H




Minggu, 15 September 2013

Mangga Podang Yang Menggoda

Musim kemarau begini...enaknya makan mangga podang kesukaan, nich (berkhayal)...apalagi mangga podang yang berasal dari daerah koe disana (kediri)...dijamin nggak mau berhenti, sekali makan bisa habis sekitar 5 buah mangga. Kalo mencari di sini (pangkalpinang) sedikit susah, bahkan mungkin tidak ada. Jadi teringat, kalau pas musim mangga podang, biasanya Almarhum Bapak (Eyang kakung e Aji) selalu mendapat rejeki yang tak disangka sangka dari warga ataupun teman yang domisili di Kec.Banyakan. mendapat kiriman mangga podang satu kardus indomie....ehm...ayo...kita santap sepuasnya...apalagi jika mangga dimasukkan kulkas terlebih dahulu. Baru kemudian disantap di siang hari saat cuaca panas...yummy...sugeeerrrr tenaaan....hehehe....

Kecamatan Banyakan di Kabupaten Kediri merupakan salah satu sentra produksi mangga. Tidak heran jika di kecamatan itu terdapat ratusan warga yang menggantungkan hidup dari berjualan mangga. Pasalnya,profesi itu menjanjikan untung besar hingga Rp 5 juta per hari.

pasar buah Banyakan

Tidak sulit menemukan lokasi kampung mangga Banyakan. Jika anda hendak menuju Kabupaten Nganjuk dari arah Kediri,maka anda akan menemukan deretan pedagang buah mangga di sepanjang jalan raya Kecamatan Banyakan. Di jalur sepanjang sekitar satu kilometer itu,terdapat sedikitnya 20 pedagang buah mangga. Tidak hanya di sepanjang jalan raya,deretan pedagang buah mangga juga tampak di ruas jalan desa,sekitar pasar hingga pemukiman warga. Jika ditotal, jumlah pedagang mangga mencapai ratusan orang. Mereka menggelar dagangannya sejak pukul 3 dinihari hingga 20.00 WIB.


Kecamatan Banyakan memang salah satu sentra produksi mangga di Kabupaten Kediri,selain kecamatan Mojo dan Tarokan. Dari ketiga kecamatan itu,diperoleh produksi mangga sebanyak 569.241 ton per tahunnya.

Melimpahnya produksi mangga di Kecamatan Banyakan menjadi peluang bisnis yang menggiurkan.  Pasalnya,mangga produksi para petani di kecamatan itu sangat digemari oleh masyarakat,baik Kediri maupun luar daerah. Berbagai jenis mangga,seperti podang,gadung,golek dan manalagi selalu menjadi incaran pembeli. Namun dari beragam jenis mangga itu,mangga podang menjadi primadona. 

Besarnya keuntungan dari penjualan mangga membuat banyak warga yang menggeluti pekerjaan itu. Tidak hanya dari wilayah Banyakan,para pedagang mangga juga berasal dari beberapa daerah sekitar,seperti Grogol, Semen dan Tarokan. Warga luar daerah ini umumnya menjadi pedagang musiman. Mereka biasanya berdagang hanya ketika musim panen raya mangga tiba. 

Namun semenjak lebaran lalu hingga saat ini para pedagang mangga musiman itu tetap beroperasi. Akibatnya, para pedagang harus rela berbagai stok. Pasalnya,saat ini pasokan mangga sedikit berkurang menyusul masih sedikitnya petani yang memanen. Minimnya pasokan juga membuat harga jual mangga menjadi naik. “Saat ini pasokan memang turun karena belum waktunya panen. Makanya harga jual naik. Kalau sebelumnya harga antara Rp 8 - 10 ribu per kilogram, sekarang menjadi Rp 11 - 13 ribu per kilonya.


Jika musim mangga telah datang, maka jumlah pembeli akan membludak.  Ini terlihat ketika panen raya tiba, antara bulan November hingga Desember. Bahkan pada bulan - bulan itu pasar buah Banyakan yang biasanya sepi, akan dipenuhi oleh pedagang dan pembeli yang bertransaksi jual beli mangga. .


Mangga Podang termasuk dalam spesies Mangifera indica L. dan famili Anacardiaceae. Genus Mangifera terdiri dari 62 spesies yang berupa pepohonan daun selang-seling (Singh, 1969). Sedangkan Mukherje (1985) mengemukakan bahwa hanya terdapat 41 spesies Mangifera yang terdapat di asia Tenggara, sedangkan spesies selebihnya mungkin sama.  Disamping Mangifera indica L., 15 spesies lainnya dari genus Mangifera dapat dimakan dan beberapa diantaranya enak rasanya, tetapi kualitas buahnya tidak sebaik buah mangga  Mangifera indica L.  dan spesies ini paling enak dimakan.  Namun demikian tetap bermanfaat sebagai batang bawah yang seringkali mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan batang atas, sehingga menampilkan pohon cebol, tahan kekeringan atau produksi dan kualitas

Mangga podang memang memiliki kekhasan bila dibandingkan dengan buah mangga jenis lain baik dari segi rasa ataupun warnanya. Warna kulitnya kuning dengan sedikit bintik merah didekat pangkal dahannya, membawa daya tarik tersendiri bila dipandang. Aromanya khas mengundang selera segar apabila didekati. Rasanya manis walau tanpa gula. Benar – benar memenuhi syarat buah unggulan yang layak untuk dijadikan oleh-oleh khas Kediri.


Sentra penghasil mangga podang di Kabupaten Kediri terdapat di lima kecamatan yang melingkari gunung Wilis yaitu Kecamatan Banyakan, Tarokan, Grogol, Mojo, dan Semen. Jumlah mangga Podang terbesar berada di Kecamatan Banyakan dan Tarokan dengan jumlah kurang lebih 15 ribu pohon. Rata-rata hasil panen perpohon 20-40 kg maka potensi total panen mangga podang bisa mencapai 600 ton permusim.

Potensi mangga podang yang berlimpah ini memerlukan pemikiran yang kreatif untuk memberikan nilai tambah baik itu nilai tambah ekonomi maupun sosial. Nilai tambah ekonomi dapat diwujudkan melalui olahan mangga podang menjadi produk yang tahan lama sehingga persebarannya bisa lebih luas dan tentunya juga memiliki nilai jual yang lebih tingi. Sedangkan nilai tambah sosial adalah dampak dari nilai tambah ekonomi, misalnya munculnya industri rumah tangga olahan mangga podang, bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar yang rata-rata mengandalkan hidup dari pertanian di lahan kering sehingga muncul alternatif ekonomi baru yang bisa mendukung perekonomian desa.

Pemikiran kreatif tersebut tampaknya sudah disadari oleh dua kelompok tani di desa Tiron Kecamatan Banyakan yaitu Kelompok Wanita Tani ‘Budidaya’ di bawah pimpinan Bu Luluk dan Kelompok tani ‘Sumber Mulyo’ yang diketuai Pak Jemu. Dua orang inilah yang memiliki semangat membawa perubahan di dusunnya masing-masing. Memberi inspirasi bagi warga sekitarnya untuk tidak takluk dengan kerasnya alam di lereng gunung Wilis.

Pertama, Kelompok Wanita Tani ‘Budidaya’ yang berlokasi di dusun Sumberbendo ini, telah mendirikan industri rumah tangga olahan mangga podang bekerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency : Lembaga pendanaan dari Pemerintah Jepang), Dinas Pertanian Kabupaten Kediri, dan Universitas Brawijaya. Kedua, Kelompok tani Sumber Mulyo yang berlokasi di dusun Kali Gayam, bekerja sama dengan LSM Internasioanal REI (Resource Exchange International) berhasil melahirkan produk manisan mangga podang yang telah menembus pasar luar negeri.


Musim kemarau ini menjadi berkah tersendiri bagi petani dan pedagang mangga Podang. Mangga yang hanya bisa ditemukan di kawasan pertanian lereng Gunung Wilis ini melimpah ruah setelah satu musim rontok tahun lalu. Selain rasanya yang supermanis, mangga ini juga dijuluki sebagai buah ajaib karena disebut-sebut mampu menumpas kanker dan menjaga kolestrol.

Sejak dua bulan terakhir mangga Podang telah memenuhi pasar buah dan kaki lima di setiap sudut Kabupatan dan Kota Kediri. Mangga berukuran sedang dengan warna kuning kemerahan ini selalu menggoda siapa pun untuk mencicipi. Apalagi kemunculannya pada musim panen kali ini sangat ditunggu setelah musim lalu rontok didera hujan berkepanjangan.


Bagi masyarakat Kediri, menyantap mangga Podang sudah menjadi siklus tahunan setiap musim kemarau. Berbeda dengan jenis tanaman lain yang membutuhkan pasokan air, mangga Podang justru tumbuh lebat di saat terik matahari begitu menyengat. Sebab buah ini tak tahan dengan air hujan yang justru membuatnya busuk dan mati.


Sebanyak lima kecamatan yang berada di kawasan itu saat ini tengah berpesta merayakan panen raya. Mereka adalah para petani di Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, Tarokan, dan Banyakan sebagai sentra penghasil mangga Podang terbesar. Lebih dari 15 ribu pohon mangga Podang berada di Kecamatan Banyakan dengan rata-rata produksi mencapai 20-40 kilogram per pohon. Jadi dalam satu kali masa panen kawasan ini bisa menyuplai hingga 600 ton mangga Podang.

Uniknya, meski jumlah panennya cukup banyak dengan nilai jual menjanjikan, para petani tidak menjadikannya sebagai tanaman pokok. Pohon ini justru ditanam sebagai selingan di antara pematang atau tegalan. Beberapa warga di permukiman juga menanamnya di halaman atau pekarangan rumah tanpa perawatan sama sekali. Buahnya akan muncul sendiri tanpa perlakuan apa pun.

Lantas apa keistimewaan mangga Podang dibandingkan jenis mangga lainnya? Selain hanya bisa ditemukan di lereng Gunung Wilis, mangga Podang juga diyakini mengandung sumber karotenoid yang disebut beta crytoxanthin, yaitu bahan penumpas kanker yang baik. Selain itu, sejumlah penelitian juga menyebutkan buah ini memiliki kandungan serat yang baik, dengan kadar tujuh gram setiap butirnya. Jadi bisa dipastikan mangga Podang mampu menjaga pencernaan dan kolestrol dalam kondisi normal.

Kasus radang tenggorokan ataupun batuk pada orang yang mengkonsumsi mangga Podang juga jarang ditemukan. Ini berbeda dengan jenis mangga lain yang masih menyisakan rasa gatal pada leher atau panas di perut.

Harganya pun sangat murah lho, dengan kisaran Rp 5.000–7.000 per kilogram di tingkat pedagang. Mereka membelinya dari petani dengan harga Rp 2.000–3.000 per kilogram untuk dijual di pasar buah dan kaki lima (itu saat musim mangga). Tapi jika belum musimnya, harga berkisar antara Rp. 8.000 - 12.000 per kilogram ditingkat pedagang...wouw...lumayan mahal juga ya.

Karena keunikannya ini, Pemerintah Kabupaten Kediri telah menetapkan mangga Podang sebagai buah khas daerah itu yang telah dipamerkan di sejumlah negara. Selain dikonsumsi langsung, buah ini juga lezat diolah menjadi manisan atau rujak buah.

Jika anda ada kesempatan berkunjung ke Kediri, jangan dilewatkan untuk mencoba mencicipi dan menikmati mangga podang yang menggoda ini yaaa....

Kamis, 08 Agustus 2013

Selamat Idul Fitri 1434H

kami sekeluarga mengucapkan:



semoga kita mendapat rahmat, berkah, perkenan, ampunan & ridho ALLAH
serta dapat berjumpa dg Ramadhan tahun depan.aamiin

(ira & dian sekeluarga)

Minggu, 21 Juli 2013

Foto News: di Masjid Tiban Turen Malang





Masjid Ajaib atau juga Masjid Tiban adalah sebenarnya Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang terletak di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah). Nama yang cukup panjang yang mempunyai makna Laut Madu atau, "Fadilah Rohmat" (Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat-terjemahan Bahasa Jawa)
Disebut Masjid tiban karena Konon masjid yang sangat megah ini dibangun tanpa sepengetahuan warga sekitar, dan menurut mitos dibangun oleh jin dalam waktu hanya semalam. Namun, ketika desas-desus ini dikonfirmasi kepada “orang dalam”, dikatakan bahwa pembangunan masjid – yang sebenarnya merupakan kompleks pondok pesantren secara keseluruhan – semua bersifat transparan karena dikerjakan oleh santri dan jamaah. Bantahan dari “orang dalam” itu jelas sekali terpampang di depan meja penerima tamu dengan tulisan besar-besar, “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”
Pondok Pesantren tersebut konon mulai dibangun pada tahun 1978 oleh Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Bangunan utama pondok dan masjid tersebut sudah mencapai 10 lantai, tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri Pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola oleh para santriwati (Santri Wanita), berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam ponpes tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak. Di dalam komplek ponpes itu juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.
Arsitek dari pembangunan ponpes ini bukanlah seseorang yang belajar dari ilmu arsitektur perguruan tinggi, melainkan hasil dari istikharah pemilik pondok, KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Karenanya, bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan timur tengah, china dan modern. Untuk pembangunannya pun tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok. Romo Kiai sudah mulai membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru batu merah saja maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur atau ledok).
Nama Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah adalah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah), yang terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur No.10, RT 07 / RW 06 Desa Sananrejo, Turen, Malang, Jawa Timur. Menurut salah seorang panitia, ponpes tersebut artinya segarane, segara, madune, Fadhole Rohmat. Rintisan Ponpes Bi Ba’a Fadlrah ini dimulai pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad.
Ponpes ini dibangun sejak tahun 1978 di areal seluas 4 hektare, dan kira-kira baru 1,5 hektare dari luas tanah itu yang digunakan untuk bangunan utamanya. Arsitektur bangunannya sangat menawan. Sangat serius. Ini terlihat di setiap detail ornamennya. Benar-benar tak disangka, jika di sebuah desa kecil Sananrejo, Turen Malang berdiri sebuah bangunan yang arsitekturnya yang bisa membuat hati berdecak kagum. Begitu datang ke sini, pengunjung akan disambut oleh sebuah wahana demi wahana, dari melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di dalam bangunan pondok pesantren ini, sampai keluar. Dari tingkat pertama sampai dengan tingkatnya yang ke sepuluh.
Lebih dari itu, arsitektur yang dipakai bukan hasil ilmu dan imajinasi seorang arsitek yang handal. Tapi dari hasil istiharah si pemilik pondok, KH Ahmad Bahru Mafdlaludin Soleh. Bangunan ini tidak dapat diperkirakan jadinya, sekarang sudah 10 lantai dibangun, bisa jadi nanti ditambah atau bisa-bisa dikurangi. Karena semua tergantung istikharah Romo Kyai (Kyai Ahmad, pen.). Romo Kyai juga yang ngepaskan amalan-amalan. Mungkin karena itu, banyak berita bahwa bangunan ini adalah masjid tiban (tiba-tiba ada). Padahal ini bukan masjid tapi ponpes, Gus Alief (santri) berkata “tiap hari selalu datang pengunjung dari berbagai kota ke ponpes ini. Di buku tamu pun berbagai komentar tentang keindahan ponpes ini tertulis. Bahkan, tak jarang ada yang mengaku tersentuh hatinya ketika memasuki sebuah ruang. Tiap orang berbeda.”
Sejak tahun 1978, Kyai Ahmad murid Kiai Sahlan di Sidoarjo ini memilih Turen untuk mendirikan ponpesnya. Sejak itulah, dengan dibantu oleh para santrinya, Kiai Ahmad memulai pembangunan ponpes dengan alat pertukangan sederhana dan proses belajar sendiri. Jadi jangan heran kalau akhirnya santri-santrinya punya spesialis ketrampilan. Santri Kiai Ahmad sekarang ada 32 yang sudah berkeluarga dan tinggal di sini. Jadi bisa dihitung tambahan santrinya. Sedang yang belum berkeluarga ada 37 orang. Semua santri itulah yang menjadi tukang sekaligus mandor bangunan ini. Mereka bekerja tidak menggunakan alat-alat berat modern. Semua dikerjakan sendiri.
Dengan belajar langsung dalam pembangunan ponpes inilah para santri diajar mengaji kehidupan sehari-hari. Mereka yang sudah berkeluarga pun yang belum akan memiliki peran sendiri-sendiri Di ponpes ini, orang bertabiat A sampai Z ada. Di sinilah mereka tersentuh hatinya. Dengan ikut berpartisipasi ini mereka mengamalkan ajaran cinta bukan pahala.
Harus diakui, lamanya proses pembagunan ponpes ini mengisyaratkan perlunya kesabaran dan keikhlasan. Tiap detil ornamen harus digarap dengan sabar dan teliti. Selain pekerjaan yang tak mudah itu, sebagai tukang, para santri juga bukan orang yang dibayar. Keikhlasanlah yang akhirnya menjadi oase di dalam hatinya. “Semua itu tentu saja sumbernya dari cinta. Dalam agama kita diajarkan itu semua. Dengan menjalani itu semua para santri membersihkan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Kalau raganya yang sakit, datang ke sini maka yang disembuhkan adalah hatinya dulu,” urai Gus Alief. Sesudah itu semua, yang tak boleh dilupakan adalah ibadah syukur. “Ngibadah syukur tidak ada berhentinya. Yang tidak bisa, ya kita doakan saja.” Pungkas Gus Alief.
Masjid ini selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pemersatu umat Islam dalam mengkaji Islam. Karena selain berfungsi sebagai masjid, tempat ini juga sebagai pondok pesantren yang berfungsi untuk mempelajari Islam secara dalam. Bangunannya yang indah dan megah membuat banyak orang yang datang untuk berkunjung ke masjid Turen ini. Mereka mengaggumi kuasa sang pencipta, karena atas hidayahnya yang telah diberikan kepada para pendiri dan masyarakat sekitar masjid ini dapat berdiri kokoh. Dengan adanya masjid itu, banyak masyarakat yang mendalami islam secara baik.
sumber; wikipedia
gambar2 masjid turen:







Kamis, 11 Juli 2013

Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Tambang Timah

buku pengantar budidaya ikan memanfaatkan lahan basah pasca tambang timah
Penulis : Ardiansyah Kurniawan
Editor : Andri Kurniawan
Desain : Ira Triswiyana
Foto : Dok Penulis & Pustaka
Penerbit : UBB Press
Redaksi : Jl. Merdeka No. 04 Pangkalpinang Telp. 0717-422965, 422145 Fax. 0717-421303
Cetakan Pertama, Juli 2012
Buku ini memuat tentang kondisi lahan basah pasca penambangan timah secara umum dan potensi pemanfaatannya untuk budidaya perikanan khususnya pada budidaya perikanan ikan air tawar. Harapan buku ini adalah meningkatnya pemahaman budidaya ikan memanfaatkan kolong bagi mahasiswa dan bertambahnya kolong-kolong pasca tambang timah di pulau Bangka dan Belitung yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan pada masyarakat. Untuk itu buku ini disajikan dalam bentuk dan isi yang sederhana dengan harapan mudah dipahami baik sebagai pegangan mata kuliah Pengantar Budidaya Perairan, pengayaan mata kuliah reklamasi lahan tambang maupun informasi bagi masyarakat yang memanfaatkan kolong pasca tambang timah.
            Dalam buku ini, setelah pendahuluan (Bab 1) mahasiswa dan masyarakat dapat mengetahui tentang penambangan timah beserta dampaknya (Bab 2) dan Persyaratan air sebagai media budidaya ikan (Bab 3) yang dibandingkan dengan karakteristik lahan basah pasca penambangan timah (Bab 4). Selanjutnya dipelajari tentang wadah budidaya ikan (Bab 5) dan manajemen budidaya ikan pada lahan basah pasca tambang timah (Bab 6) yang telah disesuaikan dengan kebutuhan kolong sebagai lahan basah pasca tambang timah untuk menghasilkan produk budidaya ikan yang sehat, aman dan menguntungkan.

Sabtu, 01 Juni 2013

Ayam Bakar Bangi Purwoasri Penuh Kenangan

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Jika anda penggemar wisata kuliner, khususnya kuliner menu pedas. Silahkan megunjungi Ayam Bakar Bangi Purwoasri. Terletak di Jalan Raya Desa Bangi – Purwoasri. Sekitar 30 km dari kota Kediri, atau hanya 10 km dari pertigaan Brak’an – Kertosono yang merupakan jalur antar provinsi yang akan memudahkan Anda mencapainya. Ayam kampung berusia 3-4 bulan yang ditusuk, dibumbui, dan dibakar secara tradisional dengan arang kayu dan kipas manual menciptakan ayam bakar dengan bumbu meresap secara perlahan dan sempurna. Bumbu –bumbu organik yang dicampurkan juga memberikan sensasi pedas yang menjadi ciri khas kuliner ini.

Sebagai pelengkap makanan, disajikan pula urap sayuran terdiri dari tauge, kangkung, dan kacang panjang rebus beserta urapan parutan kepala pedas dengan campuran cabai rawit, bawang putih, dan kencur. Kuliner ayam bakar ini buka setiap hari jam 10 pagi hingga jam 9 malam. Cukup dengan tidak lebih dari Rp. 50.000,- Anda sudah dapatkan sajian seekor ayam bakar pedas dan urap-urap sayuran.

Terimakasih kagem Almarhum Eyang, yang telah mengajarkan kepada kami arti sebuah menyayangi, perhatian dan kesetiaan kepada keluarga dan sesama.

Teruntuk Almr.Eyang Kakung ipun aji....Bapak kami yang tersayank...semoga ALLOH mengampuni dosa-dosanya...diterima amal baiknya...dilapangkan kuburnya...dan bahagia di alam sana...smoga jerih payah & amal belau semasa hidup bisa menjadi ladang amal & pahala yang akan menghantarkan beliau di JannahNYA.aamiin...

insyaALLOH kami akan selalu mengingat nasehat, pesan dan petuah bijak yang njenengan berikan kepada kami agar kami menjadi anak-anak dan keturunan yang sholeh sholehah...sehingga njenengan akan "tersenyum" melihat kami dari "sana"...

kami akan selalu merindukan njenengan Eyang...
dan mengingat sgala kebersamaan kita selama ini...

with LOVE
anak & cucu mu

Jumat, 24 Mei 2013

DKP Berpartisipasi Pada Ulang Tahun Kabupaten Bangka Barat

Pada tanggal 24 Mei adalah hari ulang tahun Kabupaten Bangka Barat. Di tahun 2013 ini adalah ulang tahun yang ke-10 dari Kabupaten Bangka Barat. Berdasar data dari Pemkab Babar, hingga 2012 telah tercatat sebanyak 2.970 PNS, dibantu PHL, sehingga tetap memungkinkan melaksanakan segenap urusan pemerintahan daerahnya.
Peringatan HUT Kabupaten Bangka Barat Ke-10 yang jatuh pada hari Jum’at, 24 Mei 2013, diisi dengan agenda kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Bangka Barat. Kegiatan peringatan di fokuskan di Taman Lokomotif, Lapangan Gelora Muntok dan Pantai Baturakit yang dimulai pada hari Kamis, 23/05.
Kegiatan yang diadakan di Taman Lokomotif adalah lomba menggambar corak kain Cual khas Kota Muntok. Di lapangan Gelora Muntok diantaranya Sepeda Manja, Pasar Murah, Government Mobile, dan peresmian Internet Gratis atas kerjasama PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Cab. Bangka Belitung dengan Pemerintah Kabupaten Bangka Barat.
menunggu pengumuman pemenang lomba sepeda
menunggu pengumuman pemenang lomba sepeda manja

Kegiatan lomba wisata di fokuskan di Pantai Baturakit, yang diisi dengan Lomba Futsal dan Volley Pantai Pelajar, Lomba Karya Souvenir Khas Bangka Barat, Lomba Lari 5K, dan Lomba Layang-layang Wisata. Acara lomba-lomba wisata ini puncaknya terjadi pada hari Sabtu, 25 Mei 2013. Pada Sabtu malamnya, di Gedung Majapahit Unmet Muntok, diselenggarakan Festival Tari Sanggar Sejiran Setason yang menampilkan tari kreasi khas daerah Bangka Barat. Dengan peringatan HUT Kabupaten Bangka Barat ke-10 ini, rasa bangga dan kebersamaan menuju Bangka Barat yang mandiri dan sejahtera dapat ditingkatkan.
Alhamdulillaah di saat saya baru bergabung di Dinas Kelautan dan Perikanan selama kurang lebih empat bulan terasa sangat menyenangkan. Terlebih lagi dengan rekn-rekan kerja yang sangat familiar, bersahabat dan saling pengertian. Hal ini terlihat sekali di saat kegiatan bazaar murah pada hari Kamis, tanggal 23 Mei 2013 dalam rangka memperingati ulang tahun Kabupaten Bangka Barat ke-10tahun di Lapangan Gelora Muntok.
menata produk di atas meja
menata produk di atas meja

Terlihat sekali antusias yang tinggi dari teman-teman sekantor dalam mempersiapkan semuanya, baik dari perlengkapan, peralatan dan barang-barang yang akan diperjualbelikan dengan harga yang lebih miring (murah) dibanding harga di pasar. Untuk Dinas kami yang berhubungan dengan Perikanan dan Kelautan, maka tentu saja produk-produk yang kami tawarkan ada hubungannya dengan ikan dan segala produk olahannya, seperti: ikan segar (nila, patin, lele, gurame, dsb), ikan yang ada di freezeer dengan kondisi masih segar ( jebung, patin, dsb), daging ikan giling, cumi-cumi, udang satang, ruship, kemplang, empek-empek, otak-otak, ikan kering, terasi (belacan) dan produk-produk lainnya.
menunggu ada pembeli datang
menunggu ada pembeli datang

dan Alhamdulillaah, respon dari masyarakat dan orang-orang yang ada di sekitar lapangan yang sedang mengikuti lomba naik sepeda sangat tinggi lho. Banyak yang berminat untuk mampir sekedar melihat-lihat (menanyakan harga produk yang kami jual) atau memang sengaja datang ke stan DKP untuk membeli ikan segar dan produk olahannya.
Semoga ke depannya, kegiatan ini lebih semarak lagi dan diikuti oleh semua instansi (SKPD) yang ada di Kabupaten Bangka Barat dengan menawarkan beraneka ragam produk ataupun barang yang lebih baik lagi jika produk tersebut menunjukkan atau menjadikan ciri khas sebagai produk asli yang dihasilkan oleh daerah Bangka Barat.
foto-foto terkait HUT Bangka Barat ke-10tahun:
IMG_0524
IMG_2084
berfoto bersama
Pasar Murah
pasar murah
Lomba Lukis
lomba lukis
IMG_0531
batik cual asli muntok
IMG_0530
memanjakan anak dengan permainan