Laman

Minggu, 21 Juli 2013

Foto News: di Masjid Tiban Turen Malang





Masjid Ajaib atau juga Masjid Tiban adalah sebenarnya Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah yang terletak di Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah). Nama yang cukup panjang yang mempunyai makna Laut Madu atau, "Fadilah Rohmat" (Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat-terjemahan Bahasa Jawa)
Disebut Masjid tiban karena Konon masjid yang sangat megah ini dibangun tanpa sepengetahuan warga sekitar, dan menurut mitos dibangun oleh jin dalam waktu hanya semalam. Namun, ketika desas-desus ini dikonfirmasi kepada “orang dalam”, dikatakan bahwa pembangunan masjid – yang sebenarnya merupakan kompleks pondok pesantren secara keseluruhan – semua bersifat transparan karena dikerjakan oleh santri dan jamaah. Bantahan dari “orang dalam” itu jelas sekali terpampang di depan meja penerima tamu dengan tulisan besar-besar, “Apabila ada orang yang mengatakan bahwa ini adalah pondok tiban (pondok muncul dengan sendirinya), dibangun oleh jin dsb., itu tidak benar. Karena bangunan ini adalah Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah yang murni dibangun oleh para santri dan jamaah.”
Pondok Pesantren tersebut konon mulai dibangun pada tahun 1978 oleh Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kiai Ahmad. Bangunan utama pondok dan masjid tersebut sudah mencapai 10 lantai, tingkat 1 sampai dengan 4 digunakan sebagai tempat kegiatan para santri Pondokan, lantai 6 seperti ruang keluarga, sedangkan lantai 5, 7, 8 terdapat toko-toko kecil yang di kelola oleh para santriwati (Santri Wanita), berbagai macam makanan ringan dijual dengan harga murah, selain itu ada juga barang-barang yang dijual berupa pakaian sarung, sajadah, jilbab, tasbih dan sebagainya.
Tak hanya unik, di dalam ponpes tersebut juga tersedia kolam renang, dilengkapi perahu yang hanya khusus untuk dinaiki wisatawan anak-anak. Di dalam komplek ponpes itu juga terdapat berbagai jenis binatang seperti kijang, monyet, kelinci, aneka jenis ayam dan burung.
Arsitek dari pembangunan ponpes ini bukanlah seseorang yang belajar dari ilmu arsitektur perguruan tinggi, melainkan hasil dari istikharah pemilik pondok, KH Achmad Bahru Mafdloludin Sholeh. Karenanya, bentuknya menjadi sangat unik, seperti perpaduan timur tengah, china dan modern. Untuk pembangunannya pun tidak menggunakan alat-alat berat dan modern seperti halnya untuk membangun gedung bertingkat. Semuanya dikerjakan oleh para santri yang berjumlah 250 orang dan beberapa penduduk di sekitar pondok. Romo Kiai sudah mulai membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru batu merah saja maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur atau ledok).
Nama Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah adalah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah), yang terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur No.10, RT 07 / RW 06 Desa Sananrejo, Turen, Malang, Jawa Timur. Menurut salah seorang panitia, ponpes tersebut artinya segarane, segara, madune, Fadhole Rohmat. Rintisan Ponpes Bi Ba’a Fadlrah ini dimulai pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad.
Ponpes ini dibangun sejak tahun 1978 di areal seluas 4 hektare, dan kira-kira baru 1,5 hektare dari luas tanah itu yang digunakan untuk bangunan utamanya. Arsitektur bangunannya sangat menawan. Sangat serius. Ini terlihat di setiap detail ornamennya. Benar-benar tak disangka, jika di sebuah desa kecil Sananrejo, Turen Malang berdiri sebuah bangunan yang arsitekturnya yang bisa membuat hati berdecak kagum. Begitu datang ke sini, pengunjung akan disambut oleh sebuah wahana demi wahana, dari melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di dalam bangunan pondok pesantren ini, sampai keluar. Dari tingkat pertama sampai dengan tingkatnya yang ke sepuluh.
Lebih dari itu, arsitektur yang dipakai bukan hasil ilmu dan imajinasi seorang arsitek yang handal. Tapi dari hasil istiharah si pemilik pondok, KH Ahmad Bahru Mafdlaludin Soleh. Bangunan ini tidak dapat diperkirakan jadinya, sekarang sudah 10 lantai dibangun, bisa jadi nanti ditambah atau bisa-bisa dikurangi. Karena semua tergantung istikharah Romo Kyai (Kyai Ahmad, pen.). Romo Kyai juga yang ngepaskan amalan-amalan. Mungkin karena itu, banyak berita bahwa bangunan ini adalah masjid tiban (tiba-tiba ada). Padahal ini bukan masjid tapi ponpes, Gus Alief (santri) berkata “tiap hari selalu datang pengunjung dari berbagai kota ke ponpes ini. Di buku tamu pun berbagai komentar tentang keindahan ponpes ini tertulis. Bahkan, tak jarang ada yang mengaku tersentuh hatinya ketika memasuki sebuah ruang. Tiap orang berbeda.”
Sejak tahun 1978, Kyai Ahmad murid Kiai Sahlan di Sidoarjo ini memilih Turen untuk mendirikan ponpesnya. Sejak itulah, dengan dibantu oleh para santrinya, Kiai Ahmad memulai pembangunan ponpes dengan alat pertukangan sederhana dan proses belajar sendiri. Jadi jangan heran kalau akhirnya santri-santrinya punya spesialis ketrampilan. Santri Kiai Ahmad sekarang ada 32 yang sudah berkeluarga dan tinggal di sini. Jadi bisa dihitung tambahan santrinya. Sedang yang belum berkeluarga ada 37 orang. Semua santri itulah yang menjadi tukang sekaligus mandor bangunan ini. Mereka bekerja tidak menggunakan alat-alat berat modern. Semua dikerjakan sendiri.
Dengan belajar langsung dalam pembangunan ponpes inilah para santri diajar mengaji kehidupan sehari-hari. Mereka yang sudah berkeluarga pun yang belum akan memiliki peran sendiri-sendiri Di ponpes ini, orang bertabiat A sampai Z ada. Di sinilah mereka tersentuh hatinya. Dengan ikut berpartisipasi ini mereka mengamalkan ajaran cinta bukan pahala.
Harus diakui, lamanya proses pembagunan ponpes ini mengisyaratkan perlunya kesabaran dan keikhlasan. Tiap detil ornamen harus digarap dengan sabar dan teliti. Selain pekerjaan yang tak mudah itu, sebagai tukang, para santri juga bukan orang yang dibayar. Keikhlasanlah yang akhirnya menjadi oase di dalam hatinya. “Semua itu tentu saja sumbernya dari cinta. Dalam agama kita diajarkan itu semua. Dengan menjalani itu semua para santri membersihkan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Kalau raganya yang sakit, datang ke sini maka yang disembuhkan adalah hatinya dulu,” urai Gus Alief. Sesudah itu semua, yang tak boleh dilupakan adalah ibadah syukur. “Ngibadah syukur tidak ada berhentinya. Yang tidak bisa, ya kita doakan saja.” Pungkas Gus Alief.
Masjid ini selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pemersatu umat Islam dalam mengkaji Islam. Karena selain berfungsi sebagai masjid, tempat ini juga sebagai pondok pesantren yang berfungsi untuk mempelajari Islam secara dalam. Bangunannya yang indah dan megah membuat banyak orang yang datang untuk berkunjung ke masjid Turen ini. Mereka mengaggumi kuasa sang pencipta, karena atas hidayahnya yang telah diberikan kepada para pendiri dan masyarakat sekitar masjid ini dapat berdiri kokoh. Dengan adanya masjid itu, banyak masyarakat yang mendalami islam secara baik.
sumber; wikipedia
gambar2 masjid turen:







Kamis, 11 Juli 2013

Pengantar Budidaya Ikan Memanfaatkan Lahan Basah Pasca Tambang Timah

buku pengantar budidaya ikan memanfaatkan lahan basah pasca tambang timah
Penulis : Ardiansyah Kurniawan
Editor : Andri Kurniawan
Desain : Ira Triswiyana
Foto : Dok Penulis & Pustaka
Penerbit : UBB Press
Redaksi : Jl. Merdeka No. 04 Pangkalpinang Telp. 0717-422965, 422145 Fax. 0717-421303
Cetakan Pertama, Juli 2012
Buku ini memuat tentang kondisi lahan basah pasca penambangan timah secara umum dan potensi pemanfaatannya untuk budidaya perikanan khususnya pada budidaya perikanan ikan air tawar. Harapan buku ini adalah meningkatnya pemahaman budidaya ikan memanfaatkan kolong bagi mahasiswa dan bertambahnya kolong-kolong pasca tambang timah di pulau Bangka dan Belitung yang dimanfaatkan untuk budidaya ikan pada masyarakat. Untuk itu buku ini disajikan dalam bentuk dan isi yang sederhana dengan harapan mudah dipahami baik sebagai pegangan mata kuliah Pengantar Budidaya Perairan, pengayaan mata kuliah reklamasi lahan tambang maupun informasi bagi masyarakat yang memanfaatkan kolong pasca tambang timah.
            Dalam buku ini, setelah pendahuluan (Bab 1) mahasiswa dan masyarakat dapat mengetahui tentang penambangan timah beserta dampaknya (Bab 2) dan Persyaratan air sebagai media budidaya ikan (Bab 3) yang dibandingkan dengan karakteristik lahan basah pasca penambangan timah (Bab 4). Selanjutnya dipelajari tentang wadah budidaya ikan (Bab 5) dan manajemen budidaya ikan pada lahan basah pasca tambang timah (Bab 6) yang telah disesuaikan dengan kebutuhan kolong sebagai lahan basah pasca tambang timah untuk menghasilkan produk budidaya ikan yang sehat, aman dan menguntungkan.