Pare...oh...Pare...kota kecil di timur Kediri, tepatnya terletak 25 km sebelah timur laut kota Kediri, atau sekitar 120 km barat daya Kota Surabaya. Pare
berada pada jalur Kediri-Malang dan jalur Jombang-Kediri serta Jombang -
Blitar. Pare, disanalah aku dilahirkan dan tumbuh kembang hingga menginjak remaja. Kota kecil yang nyaman, damai, sejuk dan sangat nyantai. Yap, betul...di kota kecil ini hiruk pikuk aktifitas manusia tidak seruwet dan setegang kota-kota yang lainnya. Keramah-tamahan dan gotongroyong warga yang masih kental terasa. Akankah semua itu kan tetap ada dan lestari, ataukah akan tergerus roda modernisasi dan kapitlisme masa kini.
simpang ringin budho
Sudah lama ada wacana Pare dikembangkan menjadi ibu kota Kabupaten
Kediri, yang secara berangsur-angsur dipindahkan dari Kota Kediri. Namun niat
ini tidak pernah serius dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau para Bupati
yang menjabat. (mulai era Bupati H. Sutrisno, Wacana tersebut akhirnya
benar-benar dibatalkan, karena akan mendapatkan protes dari warga di sebagian
wilayah Kabupaten Kediri, terutama di daerah selatan-seperti Kras, Ngadiluwih,
Kandat dan Ringinrejo dan di daerah barat sungai Brantas-seperti tarokan,
Grogrol, Banyakan, semen dan Mojo. Sehingga diambil jalan tengah dengan
menempatkan Pusat pemerintahan di wilayah Kec. Ngasem Kediri, tepatnya di Ds.
Sukorejo (biasa disebut Katang) dan akan juga dibangun Pusat Bisnis di Wilayah
Kota Baru Gumul.)
jalan raya pare
Kota Pare yang berada pada ketinggian 125
meter di atas permukaan laut ini mempunyai udara yang tidak terlalu panas.
Berbagai jenis jajanan dan makanan enak dan higinis dengan harga
"kampung" dapat dijumpai dengan mudah di kota kecil ini. Kuliner khas yang banyak dijumpai adalah nasi pecel, dengan harga yang relatif murah (sekitar Rp.2.500,-) satu bungkus/per porsi dimana sudah berisi lauk (tempe/tahu) dan peyeknya...ehm yummy...uenaak, pagi-pagi makan nasi pecel.
Berbagai
infrastruktur dan fasilitas kehidupan kota juga dengan mudah dapat dijumpai:
hotel dan penginapan, rumah sakit (yang besar HVA dan RSUD), Rumah Sakit Swasta juga ada seperti RS Amelia, Rumah Bersalin dengan fasilitas yang lengkap juga ada, seperti Nuraini dan rumah bersalin lainnya. Terdapat fasilitas bank yang beraneka macam (BCA, BRI, Mandiri, Danamon, Bank Jatim, BNI), ATM bersama, warnet 24 jam ber-AC, masjid, stadion, pemandian (kolam renang) dan lain sebagainya.
tugu garuda di perempatan RSUD Pare
RS HVA Toeloengredjo tempo dulu
Pare merupakan kota Adipura. Semoga warga pare memiliki rasa empati yang tinggi terhadap kebersihan lingkungannya, agar gelar sebagai kota adipura tidak hanya sebagai simbol semata. Mari kita hijaukan kot pare tercinta dengan dimulai dari diri kita sendiri di sekitar rumah kita, seperti dengan menanam tanaman di pot-pot, ataupun di lahan yang ada, lebih bagus lagi jika tanaman toga (tanaman obat keluarga).
Sekolah-sekolah favorit banyak berdiri di kota pare ini dari tingkat TK sampai dengan SMA. Seperti tingkat TK ada TK Tauladan, TK Al-Fath, TKIT Empat Mei, setingkat SD ada yang bertaraf internasional seperti SDN I Pare, ada juga SDIT Empat mei, SD Al-Fath. Ada SMP Negeri 2 Pare yang merupakan sekolah bertaraf internasional. Pada tingkat SMA terdapat SMA Negeri I Pare dan SMA Negeri 2 Pare yang merupakan SMA kelas Internasional.
SMPN 2 Pare
Sekolah-sekolah favorit banyak berdiri di kota pare ini dari tingkat TK sampai dengan SMA. Seperti tingkat TK ada TK Tauladan, TK Al-Fath, TKIT Empat Mei, setingkat SD ada yang bertaraf internasional seperti SDN I Pare, ada juga SDIT Empat mei, SD Al-Fath. Ada SMP Negeri 2 Pare yang merupakan sekolah bertaraf internasional. Pada tingkat SMA terdapat SMA Negeri I Pare dan SMA Negeri 2 Pare yang merupakan SMA kelas Internasional.
SMA Negeri 1 Pare
Pare memiliki tanah yang subur bekas
letusan gunung Kelud dan tidak pernah mengalami kekeringan. Produk agraria
andalan dari Pare adalah bawang merah, biji mente dan melinjo. Sedangkan
oleh-oleh khas dari Pare antara lain adalah tahu kuning dan gethuk pisang. Di
Pare sudah lama bermunculan industri menengah bertaraf internasional, seperti
industri plywood dan pengembangan bibit-bibit pertanian. Tempat-tempat rekreasi
pun telah ada semenjak tahun 1970-an meskipun sederhana, seperti Pemandian Corah, stadion Canda Bhirawa, alun-alun "Ringin Budo"serta
sentra ikan hias di Dusun Surowono Desa Canggu.
Stadion Canda Bhirawa Pare
Pare terutama Desa Pelem dan Tulungrejo
juga dikenal mempunyai potensi pengembangan kursus Bahasa Inggris. Saat ini
lebih banyak bermunculan berbagai jenis bimbingan belajar terutama
kursus-kursus Bahasa Inggris. Lebih dari 20 buah lembaga bimbingan belajar
menawarkan kursus Bahasa Inggris dengan program program D2, D1 atau short
course untuk mengisi waktu liburan.
Dalam hal ini, kota Pare sebagai pusat belajar bahasa Inggris yang murah, efisien dan efektif sudah terkenal hingga keluar Pulau Jawa. Sebagai efek ikutannya, di daerah Tulungrejo sekarang muncul berbagai jenis tempat penginapan dan kost yang menampung para pelajar dan maupun pekerja. Tarif kos per orang bervariasi dari 50 ribu hingga 200 rb per bulan bergantung faasilitas yang disediakan pemilik kost.
BEC (kursus inggris)
Dalam hal ini, kota Pare sebagai pusat belajar bahasa Inggris yang murah, efisien dan efektif sudah terkenal hingga keluar Pulau Jawa. Sebagai efek ikutannya, di daerah Tulungrejo sekarang muncul berbagai jenis tempat penginapan dan kost yang menampung para pelajar dan maupun pekerja. Tarif kos per orang bervariasi dari 50 ribu hingga 200 rb per bulan bergantung faasilitas yang disediakan pemilik kost.
Kecamatan Pare menjadi terkenal di seluruh dunia karena di sinilah antropolog kaliber dunia, Clifford Geertz, yang saat itu masih menjadi mahasiswa doktoral - melakukan penelitian lapangannya yang kemudian ditulisnya sebagai sebuah buku yang berjudul "The Religion of Java". Dalam buku tersebut Geertz menyamarkan Pare dengan nama "Mojokuto". Di Pare, antropolog ini sering berdiskusi dan berkonsultasi dengan Bapak S. Sunuprawiro (alm), waktu itu menjadi wartawan Jawa Pos. Pak Sunu merupakan salah satu narasumber yang membantu antropolog tersebut dalam menyelesaikan bukunya.
perempatan mastrip
Foto di atas adalah perempatan mastrip yang merupakan jalur dimana bisa menuju arah ke dan dari Kediri-Malang, Blitar-Pare, Blitar-Jombang. Pare termasuk kota lama. Ini terbukti dari
keberadaan dua candi tidak jauh dari pusat kota, yakni Candi Surowono dan Candi Tegowangi, serta keberadaan patung "Budo" yang berada
tepat di pusat kota. Ketiga peninggalan ini membuktikan bahwa Pare telah lahir
ratusan tahun lalu. Dahulu di Pare terdapat jalur kereta api dari Kediri ke Jombang, tetapi
sekarang hanya tersisa relnya saja. Hanya sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti kapan kota Pare berdiri dan siapa pendirinya.
Pare..oh...Pare...
kau slalu dihatikoe...^_^...
good post..
BalasHapusijin share, copy.. ya..
thanks
silahkan, smoga bermanfaat...
BalasHapussama2...thanks...
Kotaku kota Pare :D
BalasHapus